Yogyakarta – HMJ Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta menyelenggarakan acara Seminar Nasional Seminar Nasioanal Undang-Undang Pokok Agraria dengan tema “Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kedaulatan Pangan Nasional” pada Sabtu, 3 November 2018. Acara diadakan di Ruang Seminar Fakultas Teknik Mineral Arie Federik Lasut serta dihadiri 147 peserta yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum.
Acara yang dibuka pada pukul 08.00 WIB ini menghadirkan 3 pembicara yang sudah mumpuni dalam bidang tersebut yaitu Drs. H. M. Idham Samawi (Anggota DPR RI), Dr. Ir. Syahyuti, M.Si dan Dr. Ir. M. Nurcholis, M. Agr. sebagai praktisi PSEKP . Menurut Efick Maulana sebagai ketua pelaksana, acara ini diadakan sebagai media untuk menciptakan pola pikir yang obyektif para kader pemikir masa depan khususnya bidang pertanian.
Seminar Nasional bertemakan “Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kedaulatan Pangan Nasional” diawali oleh pemaparan Bapak Idham yang menyampaikan tentang peran lembaga legislatif dalam mengatasi masalah alih fungsi lahan pertanian yang mengancam kedaulatan pangan nasional. Dikatakan pula NKRI Indonesia sangat luas terdiri lebih dari 17 ribu pulau dan memiliki kekayaan hayati yang luar biasa, namun mirisnya pada saat ini banyak sekali beberapa produk pangan malah menjadi impor. Kesalahan ini terjadi karena akumulasi permasalahan yang bertahun-tahun maka perlu adanya kesadaran dengan membuat kebijakan kedaulatan, kemandirian dan kepribadian pangan. Kebijakan tersebut merupakan solusi yang dianggap tepat untuk mengatasi masalah pangan, semua rakyat khususnya petani makmur dan memutus semua oknum yang berada didalamnya.
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki julukan negara agraris. Hal ini tidaklah berlebihan mengingat sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidupnya disektor pertanian. Selain itu, Indonesia yang berada pada iklim tropis basah dan dalam cincin api dunia membuat Indonesia memiliki ragam flora yang melimpah. Ungkapan “tongkat kayu dan batu jadi tanaman” menunjukkan kesuburuan tanah Indonesia.
Obsesi Indonesia tidak hanya menjadi kedaulatan pangan untuk negeri namun menyediakan pangan untuk dunia, Asia dan ASEAN. Hal ini dapat dilakukan dengan penelitian agar lahan-lahan di Indonesia dapat dimaksimalkan.
Memandang 100 tahun indonesia merdeka kementrain pertanian mencanangkan program yang cukup ambisius yakni “2045 Lumbung pangan dunia”. Sejalan dengan program tersebut juga terdapat program “2030 zero hunger”. Dalam program ini pemerintah menggenjot produktifitas pertanian untuk menyediakan pangan bagi bangsanya bahkan untuk dunia.
Dalam penyampaian materinya, pak Syahyuti sebagai peneliti PSEKP menyatakan Kedaulatan pangan merupakan pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang lebih menekankan pada pertanian berbasis agri-culture–berdasarkan pada prinsip keluarga atau solidaritas- dan bukan pertanian berbasiskan agri-business –berdasarkan pada profit semata.
Namun, hal ini mendapat sebuah tantangan besar karena laju konversi lahan produksi pertanian menjadi pemukiman atau areal industri terus meningkat tiap tahunnya. Pertambahan penduduk dan tinggaginya kebutuhan akan papan tidak dapat terhindarkan selain itu, masuknya modal modal besar dengan mudah memindah kepemilikan lahan produksi pertanian menjadi lahan industri. Serta yang menjadi polemik terhangat yakni konversi menjadi lahan sawit, tidak dipungkiri karena sawit memiliki nilai jual yang tinggi serta budidaya yang mudah dengan modal yang relatif lebih murah dari produksi padi.
Melihat fakta di lapangan, dalam buku “Rencana Strategis Kementrian Pertanian tahun 2010-2014” memaparkan tiap tahunnya terjadi konversi lahan produktif menjadi industri sebesar 187.197,7 Ha/Tahun diseluruh Indonesia. Di tahun 2013 luasan lahan sawah Indonesia sebesar 7,75 juta hektar namun pada tahun 2018 mengalami penusutan sebesar 8% menjadi 7,1 juta hektar.
Indonesia memiliki luas daratan sebesar 188 juta hektar dengan pembagian 15 juta hektar sebagai lahan potensi pertanian dan yang sudah tereaisasikan sebanyak 7,15 juta hektar. Dengan demikina dilihat perbandingan luas lahan dengan jumlah penduduk total dan luas lahan per kapita hanya seluas 354 m² masih dibawah luasan dari negara vietnam dan thailand.
Ditahun 2018 produksi beras indonesia sampai bulan ke 10 mengalami surplus.meski sempat tejadi beda data antara kementrian pertanian dengan badan pusat statistik karena perbedaan metodologi dalam pengambilan data. Pada tahun 2018 produksi beras sebesar 32,42 juta ton dan diperkirakan dapat menghasilkan surplus sebesar 2,8 juta ton. Akan tetapi pada tahun ini juga pemerintah melakukan import beras sebesar 2 juta ton yang menghasilkan banyak polemik di masyarakat terlebih tidak adanya penurunan harga yang signifikan akan tetapi harga beras malah cenderung meningkat setiap waktunya.
Acara Seminar Nasional diakhiri oleh penyampaian pembicara ketiga yaitu Bapak Nurcholis yang menyampaikan tentang peran akademisi dalam permasalahan konversi lahan pertanian yang mengancam kedaulatan pangan. Menurut beliau pemecah ancaman konversi lahan diperlukan jiwa yang mementingkan kedaulatan pangan daripada sekedar kepentingan beberapa kelompok yang diuntungkan dan memberikan produksi pangan pada wilayah kepulauan untuk memenuhi kebutuhan pangan Indonesia khususnya wilayah itu sendiri.
Untuk membatasi alih fungsi lahan pemerintah menjaga dampak dari konversi lahan terhadap kedaulatan pangan pemerintah telah menciptakan berbagia peraturan baik undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan kementrian. Dengan rincian sebagai berikut;
- UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
- Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2011 Ttg Penetapan Dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
- Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
- Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
- Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
- Permentan No 81 tahun 2013 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Akan tetapi peraturan tersebut masih banyak kelemahan seperti UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan yang membahas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) cenderung lebih mengutamakan kebutuhan lahan sektor non pertanian. Peraturan terlalu longgar memberikan kewenangan pengaturan dan penetapan lahan yang akan dilindungi kepada RTRW wilayah. Lahan pertanian pangan yang dilindungi hanya sisa lahan setelah dikurangi kebutuhan non pertanian. Serta mempertahankan sarana prasarana pendukung keberadaan lahan pertanian pangan tersebut sampai kapanpun. Perlunya peraturan turunan untuk menjalankan peraturan ini sehingga Rencana Detail Tata Wilayah yang di dalamnya memuat antara lain rencana lebih rinci setiap desa/blok.
Selain itu, menjaga kedulatan pangan Nasional dapat dilakukan dengan memperkecil peluang konversi lahan dengan menekan pertumbuhan penduduk, relokasi penduduk di kawasan pertanian produktif, pajak progresif pada lahan nonpertanian, pendekatan "hemat lahan" dalam pembangunan infrastruktur. Menetralisir dampak negatif melakukan perluasan lahan sawah sebanding lahan yang hilang, membangun dan merehabilitasi jaringan irigasi (lahan baru), mengembangkan kegiatan nonpertanian untuk menyerap tenaga kerja eks pertanian.
Dalam memaknai kedaulatan pangan harus sejalan dengan ketahanan pangan yakni ketika kebijakan pangan tidak dikendalikan negara lain dlaam kontek politik dan pasar. Mengutamakan petani, keluarga petani yang bermartabat dan sejahtera adlah modal dasar pembangunan pertanian.
Acara Seminar Nasional berakhir pada pukul 12.00 WIB dan ditutup oleh Afifah Zeila Wijayanti dan Ulil selaku Master of Ceremony.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar